Bolehkah Wanita Mengimami Laki-Laki dalam Shalat?

Sedang Trending 1 hari yang lalu

Pertanyaan:

Bolehkah wanita memimpin laki-laki dalam shalat berjama’ah?

Jawaban:

Alhamdulillah, ash-shalatu wassalamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa man walah, amma ba’du,

Wanita tidak diperbolehkan menjadi pemimpin bagi makmum laki-laki dalam shalat berjama’ah. Laki-laki dan wanita adalah sama martabatnya di sisi Allah ta’ala namun bukan berfaedah boleh mengubah-ubah tata langkah ibadah. Shalat adalah ibadah dan ibadah itu kudu mengikuti tuntunan nan telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dari Malik bin al-Huwairits radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

صَلُّوا كما رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

“Shalatlah kalian sebagaimana memandang saya shalat” (HR. Al-Bukhari no. 6008).

Dan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam demikian juga para sahabatnya tidak pernah menjadikan wanita sebagai pemimpin bagi laki-laki dalam shalat berjama’ah. Dan tidak pernah terjadi sekalipun di masa Nabi ataupun masa sahabat, ada wanita nan memimpin laki-laki dalam shalat. Asy-Syaukani rahimahullah mengatakan:

لم يثبت عن النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم في جواز إمامة المرأة بالرجل أو الرِجال شيءٌ، ولا وقَع في عصره ولا في عصْر الصحابة والتابعين من ذلك شيءٌ

“Sama sekali tidak terdapat riwayat shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tentang bolehnya wanita menjadi pemimpin bagi laki-laki. Dan tidak pernah terjadi sama sekali kejadian demikian di masa Nabi, ataupun masa sahabat, ataupun masa para tabi’in” (As-Sailul Jarrar, 1/152).

Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan laki-laki sebagai pemimpin bagi wanita, termasuk dalam urusan shalat. Allah ta’ala berfirman:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

“Laki-laki adalah pemimpin bagi wanita lantaran Allah melebihkan sebagian mereka dari sebagian nan lain, dan lantaran mereka wajib menginfakkan sebagian hartanya” (QS. An-Nisa: 54).

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan:

وَإِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ بِرِجَالٍ وَنِسَاءٍ وَصِبْيَانٍ ذُكُورٍ فَصَلاةُ النِّسَاءِ مُجْزِئَةٌ وَصَلاةُ الرِّجَالِ وَالصِّبْيَانِ الذُّكُورِ غَيْرُ مُجْزِئَةٍ ; لأَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ جَعَلَ الرِّجَالَ قَوَّامِينَ عَلَى النِّسَاءِ وَقَصَرَهُنَّ عَنْ أَنْ يَكُنَّ أَوْلِيَاءَ ، وَلا يَجُوزُ أَنْ تَكُونَ امْرَأَةٌ إمَامَ رَجُلٍ فِي صَلاةٍ بِحَالٍ أَبَدًا

“Jika seorang wanita shalat memimpin laki-laki, wanita dan anak-anak mini laki-laki, maka shalatnya makmum wanita sah. Namun shalatnya makmum laki-laki dan anak mini laki-laki tidak sah. Karena Allah azza wa jalla menjadikan laki-laki sebagai pemimpin bagi wanita dan melarang mereka (wanita) untuk menjadi wali. Maka tidak boleh sama sekali bagi mereka (wanita) untuk menjadi pemimpin bagi laki-laki dalam shalat” (Al-Umm, 1/191).

Demikian juga dalam hadits dari Abu Bakrah radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً

“Tidak bakal beruntung kaum nan menjadikan wanita sebagai pemimpin urusan mereka” (HR. Al-Bukhari no.4425).

Hadits ini menunjukkan tidak bolehnya menyerahkan imamah kepada wanita, termasuk imamah dalam shalat. Dan ini adalah pendapat jumhur ulama dari 4 madzhab. An-Nawawi mengatakan:

وَاتَّفَقَ أَصْحَابُنَا عَلَى أَنَّهُ لا تَجُوزُ صَلاةُ رَجُلٍ بَالِغٍ وَلا صَبِيٍّ خَلْفَ امْرَأَةٍ . . . وَسَوَاءٌ فِي مَنْعِ إمَامَةِ الْمَرْأَةِ لِلرِّجَالِ صَلاةُ الْفَرْضِ وَالتَّرَاوِيحِ , وَسَائِرُ النَّوَافِلِ , هَذَا مَذْهَبُنَا , وَمَذْهَبُ جَمَاهِيرِ الْعُلَمَاءِ مِنْ السَّلَفِ وَالْخَلَفِ – رحمهم الله , وَحَكَاهُ الْبَيْهَقِيُّ عَنْ الْفُقَهَاءِ السَّبْعَةِ فُقَهَاءِ الْمَدِينَةِ التَّابِعِينَ , وَهُوَ مَذْهَبُ مَالِكٍ وَأَبِي حَنِيفَةَ وَسُفْيَانَ وَأَحْمَدَ وَدَاوُد

“Ulama madzhab kami telah sepakat bahwa tidak boleh laki-laki baligh dan anak laki-laki bermakmum di belakang pemimpin wanita … baik dalam shalat fardhu maupun shalat tarawih, ataupun seluruh shalat sunnah. Ini adalah pendapat madzhab kami (Syafi’i) dan madzhab jumhur ustadz salaf maupun khalaf rahimahumullah. Dan Al Baihaqi menukil bahwa ini adalah kesepakatan fuqaha as-sab’ah di Madinah dari kalangan tabi’in. Ini juga madzhab Malik, Abu Hanifah, Sufyan Ats Tsauri, Ahmad dan Daud” (Al-Majmu’, 4/152).

Bahkan ternukil ijma (kesepakatan) ustadz tentang haramnya wanita menjadi pemimpin shalat bagi laki-laki. Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan:

واتَّفقوا أنَّ المرأة لا تؤمُّ الرِّجال وهم يعلمون أنَّها امرأة، فإن فعلوا فصلاتُهم فاسدةٌ بإجماعٍ

“Para ustadz sepakat bahwa wanita tidak boleh memimpin laki-laki dalam keadaan para laki-laki tersebut mengetahui secara sadar bahwa imamnya adalah wanita. Jika mereka telah mengetahuinya maka shalatnya batal berasas ijma ulama” (Maratibul Ijma, 1/27).

Adapun hadits Ummu Waraqah, diriwayatkan oleh Abu Daud,

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ حَمَّادٍ الْحَضْرَمِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنْ الْوَلِيدِ بْنِ جُمَيْعٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ خَلَّادٍ عَنْ أُمِّ وَرَقَةَ بِنْتِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ بِهَذَا الْحَدِيثِ وَالْأَوَّلُ أَتَمُّ قَالَ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُورُهَا فِي بَيْتِهَا وَجَعَلَ لَهَا مُؤَذِّنًا يُؤَذِّنُ لَهَا وَأَمَرَهَا أَنْ تَؤُمَّ أَهْلَ دَارِهَا قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ فَأَنَا رَأَيْتُ مُؤَذِّنَهَا شَيْخًا كَبِيرًا

Telah menceritakan kepada kami [Al-Hasan bin Hammad Al-Hadhrami], telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Fudlail], dari [Al-Walid bin Jumai’] dari [Abdurrahman bin Khallad] dari [Ummu Waraqah binti Abdullah bin Al-Harits] dengan hadits ini, namun nan pertama lebih lengkap. Ummu Waraqah berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berjamu ke rumahnya dan beliau mengangkat seorang muadzin nan menyerukan adzan untuknya dan beliau mengizinkan Ummu Waraqah menjadi pemimpin keluarganya. Abdurrahman berkata; Saya memandang muadzinnya adalah seorang laki laki nan sudah tua (HR. Abu Daud no.592).

Yang rajih hadits ini dha’if (lemah) lantaran terdapat perawi nan majhul ialah Abdurrahman bin Khallad. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan: “Dalam sanadnya terdapat Abdurrahman bin Khallad, dan dia mempunyai jahalah” (Talkhis Al-Habir, hal. 121). Sebagaimana juga dijelaskan oleh Syu’aib Al-Arnauth dalam Takhrij Sunan Abu Daud.

Hadits ini memang dihasankan oleh Al Albani dan Ibnul Qayyim serta sebagian ustadz hadits nan lain. Dan memang sebagian ustadz membolehkan wanita menjadi pemimpin bagi laki-laki dalam shalat. Seperti pendapat Abu Tsaur, Al Muzanni dan Ath Thabari. Sebagian ustadz menukil pendapat ini dan mengaitkannya dengan shalat tarawih dan dalam kondisi darurat lantaran tidak ada orang lain nan mahir membaca Al-Qur’an. Artinya, Ummu Waraqah memimpin keluarganya hanya pada shalat tarawih dan dalam keadaan tidak ada laki-laki nan mahir membaca Al-Qur’an. Sebagian ustadz juga membawa kepada makna bahwa Ummu Waraqah hanya memimpin personil family beliau nan wanita saja.

‘Ala kulli haal, pendapat ini adalah pendapat nan lemah nan jauh dari kebenaran lantaran beberapa poin:

  1. Haditsnya dha’if (lemah).
  2. Bertentangan dengan banyak sekali dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
  3. Menyelisihi praktek salaf dan merupakan tata ibadah nan muhdats (baru) nan tidak pernah dipraktekkan para salaf.
  4. Menyelisihi pendapat nyaris seluruh madzhab fikih nan ada, apalagi ternukil ijma’.
  5. Andaikan hadits Ummu Waraqah tersebut shahih, ada banyak ihtimal (kemungkinan lain) dari hadits Ummu Waraqah. Sedangkan norma mengatakan: idza wujidal ihtimal bathalal istidlal (jika ada kemungkinan lain, maka gugurlah sisi pendalilan).

Terakhir, laki-laki nan bermakmum kepada wanita maka batal shalatnya dan wajib baginya untuk mengulang. Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan:

لا يجوز أن تؤم المرأة الرجل ولا تصح صلاته خلفها لأدلة كثيرة وعلى المذكور أن يعيد صلاته

“Tidak boleh wanita memimpin laki-laki, dan tidak sah shalatnya, berasas banyak sekali dalil. Oleh lantaran itu, wajib baginya untuk mengulang shalatnya” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 12/130).

Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.

***

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.

Anda bisa membaca tulisan ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android. Download Sekarang !!

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

REKENING DONASI:

BANK SYARIAH INDONESIA
7086882242
a.n. YAYASAN YUFID NETWORK (Kode BSI: 451)

🔍 Hukum Mandi Junub Dengan Air Hangat, Syahwat Dalam Islam, Menjilat Kemaluan Suami Menurut Islam, Makanan Ikan Hiu, Pandangan Islam Tentang Hari Valentine, Cara Melihat Hantu Dengan Mata Biasa

Flashdisk Video Cara Shalat dan Bacaan Shalat

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO CARA SHOLAT, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28
Selengkapnya
Sumber konsultasisyariah.com
konsultasisyariah.com
Atas